#AyoKeMuseum Kereta Api Ambarawa

source: flickr

Pernah denger campaign #AyoKeMuseum? 


Campaign ini bertujuan untuk menghidupkan kembali museum. Di era yang serba digital dan selfie era ini, berkunjung ke museum seperti hal yang kurang menyenangkan.


Kebanyakan orang lebih memilih spot tempat yang "instagram-able" dibandingkan ke tempat yang bersejarah.


Beberapa waktu lalu, sempet baca thread di twitter kalau di museum PETA yang berada di Bogor sepi pengunjung. Dari situlah gue sedikit tergelitik untuk #MainKeMuseum.


Dulu tahun 2015 pernah ke museum gajah, Museum Nasional kalo sekarang, dan ke museum Bank Indonesia di tahun 2013. Disusul tahun 2016 ke Museum Marlborough di Bengkulu, dan tahun 2017 ke Museum Perjuangan Rakyat Bali dan Museum Geologi.

Lalu tahun 2018 ini ke Museum Kereta Api Ambarawa.

Yeaaayyyy!!



Museum Kereta Api Ambarawa ini dulunya merupakan stasiun kereta api kelas I, yang kini dijadikan museum. Terletak di Desa Panjang, Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah, museum ini menyimpan berbagai lokomotif kereta api yang pernah berjaya pada masanya.

Sejarah Singkat 


Ambarawa sejak zaman Hindia Belanda merupakan daerah militer, sehingga Raja Willem I berkeinginan untuk mendirikan bangunan stasiun kereta api, guna memudahkan mengangkut pasukannya untuk menuju Semarang.


Maka pada tanggal 21 Mei 1873 dibangunlah Stasiun Kereta Api Ambarawa dengan luas tanah 127.500 m₂. Masa kejayaan Stasiun Ambarawa yang lebih dikenal dengan sebutan Willem I, dihentikan pengorepasiannya sebagai stasiun kereta api dengan jurusan Ambarawa-Kedungjati Semarang. Kemudian disusul pada tahun 1976 lintas Ambarawa-Secang-Magelang juga Ambarawa-Parakan-Temanggung, ditutup.


Dengan ditutupnya Stasiun KA Ambarawa, maka pada tanggal 8 April 1976 Gubernur Jawa Tengah Supardjo Rustam bersama Kepala PJKA Eksploitasi Soeharso memutuskan Stasiun Ambarawa menjadi museum kereta api, dengan mengumpulkan 21 buah lokomotif yang pernah andil dalam pertempuran khususnya mengangkut tentara Indonesia. (sumber: Brosur Museum Kereta Api Ambarawa.


Museum Kereta Api Ambarawa buka setiap hari dari pukul 08.00 s/d pukul 17.00. Dengan tarif 10.000 per orang, kalian bisa menikmati sisa-sisa sejarah perkereta-apian Indonesia.

Layout setelah pintu masuk
Setelah melewati pintu masuk, pengunjung akan disuguhi dengan kisah-kisah sejarah perkembangan lokomotif Indonesia dan kisah mengenai terowongan-terowongan kereta api yang ada di Indonesia.

Sejarah perkeretaapian di Indonesia

Banner sepanjang kurang lebih sekitar 5 meter atau entah berapa meter ini menceritakan sejarah perkembangan kereta api di Indonesia. Mulai dari tahun 1840 sampai dengan era modern sekarang ini.

Sebagai penikmat perjalanan menggunakan kereta api, gue merasa sangat dekat dengan Museum ini. Kemudian hati merasa flashback ke masa kecil ketika perkereta-apian Indonesia belum sebaik sekarang. Untuk sekedar membeli tiket aja susah, bahkan pernah duduk di bordes kereta bersama Bapak dari Surabaya. Pernah merasakan harga tiket 14ribu rupiah, dan harga kelas bisnis 70ribu rupiah. Di dalam kereta banyak pedagang asongan, pecel, pop mie, pengamen dari yang suaranya kayak artis sampe cuma tepuk-tepuk tangan doang, dan tukang bersih-bersih kompartemen. (Ingat ini kan anak-anak 90?)

Dari yang pengantar bisa masuk ke gerbong dengan bayar peron 2500 rupiah, sampai sekarang hanya pemilik boarding pass aja yang bisa masuk. Sungguh perubahan besar, termasuk di harga tiketnya..... :( 

Di Museum ini juga menyimpan koleksi benda-benda yang berhubungan dengan perkeretapian, seperti topi PPKA, sambungan telepon, dan sebagainya.

Tiket dengan kertas karton


Tiket! Menolak lupa, jaman dahulu tiket kereta api menggunakan kertas karton kecil. Gampang keselip dan lupa naro dimana. Wkwkwkw. Generasi 90's pasti mengerti tentang tiket yang tebal sekali ini.

Halte Cicayur
Selain sejarah perkembangannya, terdapat beberapa contoh halte kereta api. Eh bukan contoh tapi haltenya yang diboyong ke Ambarawa.

Halte Cikoya


Halte yang hanya terbuat dari kayu masih awet hingga sekarang.

Turn Table

Siapa pernah denger turn table atau meja putar? Beberapa waktu yang lalu di platform insapgan ada beredar video orang sedang mendorong sesuatu dengan lokomotif di tengahnya. Inilah meja putar. Gunanya untuk memindahkan arah hadap lokomotif. Biasanya pada lokomotif uap hanya terdapat satu kabin masinis. Karena sesuai aturan reglement, setiap lokomotif uap harus berjalan maju, tidak boleh berjalan mundur. Meja putar ini peninggalan dari era NIS, dipasang di Stasiun Ambarawa sejak tahun 1908. Selain di Stasiun Ambarawa turn table terdapat di stasiun Yogyakarta, Jatinegara, Malang, dan Cilacap. 


Kereta Jadul


Pernah mendengar, tahu, atau lihat kereta jadul berjalan di tengah sawah? 

Kayak gini

Ternyata kereta ini masih ada. Tetapi hanya beroperasi kala akhir pekan dan libur panjang. Sayang kemarin datang kesana pas weekdays jadi ya nontonin keretanya sajalah.

Kereta ini tidak lagi ditarik menggunakan lokomotif uap tapi dengan kereta diesel vintage. Lokomotif uap hanya diperuntukkan bagi penyewa dengan biaya yang sudah ditentukan. Mungkin karena faktor usia dan biaya operasional yang mahal, lokomotif uap tidak digunakan lagi.

Dengan tarif Rp50.000,00 kalian dapat menikmati sensasi naik kereta jadul dengan rute Ambarawa-Tuntang. Kereta ini beroperasi 3x pada hari sabtu, dan 4x pada hari minggu.

Menarik, bukan?




Tunggu apalagi! #AyoKeMuseum !





Note:
Foto dari dokumentasi pribadi kecuali tertulis sumber dibawahnya.

0 comments:

Post a Comment